- Logo Maicih Pertama, September 2010
- Logo Maicih Kedua, Januari 2011
Logo
Maicih pertama kali diperkenalkan pada September 2010.
Maicih digambarkan sebagai siluet seorang nenek memakai
ciput (sejenis penutup kepala yang biasa dipakai nenek-nenek di kalangan Sunda) dan memakai mantel dengan ornamen kristal dalam desainnya. Secara filosofis
Maicih ingin menampilkan sosok yang misterius lewat gambar siluetnya.
Maicih juga ingin tampil sebagai sosok nenek yang akrab, hangat, ramah, dan penuh senyum mewakili karakter orang Sunda.
Maicih punya sebutan unik lainnya.
Maicih selalu menyebut
“anak emak” untuk setiap distributor dan
“incu emak” kepada konsumen. Pelafalan anak dan cucu itu merupakan upaya keakraban dan kehangatan sebuah keluarga.
Maicih kembali mengganti konsep logonya dengan menambahkan unsur dekoratif lewat gambar cabe dan bawang. Logo baru yang dirilis pada Januari 2011 ini menampilkan logo
Maicih yang kian ramai penuh unsur. Penambahan elemen garis dan berlian menjadi beberapa pembeda dengan logo
Maicih sebelumnya.
Logo itu pun tidak bertahan lama. Memasuki bulan Juni 2011,
Maicih resmi memperkenalkan logo barunya yang kini lebih terlihat jelas dan mulai meninggalkan gambar siluet. Sosok
Maicih terlihat nyata ketika logo ini menampilkan sosok e
mak menghadap ke depan sambil tersenyum sumringah. Makna dari gambar ini menceritakan bahwa menghadapi dunia tanpa keangkuhan dan menjalaninya tetap penuh senyuman. Keramahan dan senyuman tetap dijaga karena mempertahankan identitas orang Sunda yang dikenal ramah tamah.
Seiring dengan munculnya logo baru,
Maicih versi baru ini pun seolah siap menghadapi dunia baru, sambil tetap rendah hati dan tersenyum.
Maicih kini telah memperoleh izin Dinkes Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT), serta mendapat LP POM MUI untuk sertifikat halal.
Maicih turut mendukung pergerakan di bidang seni budaya dan konservasi lingkungan hidup. Sesuatu yang patut diacungi jempol. Karena berbagai pergerakan dan tindak tanduk fenomenalnya, majalah
Rolling Stone Indonesia edisi Juli 2011 menganugerahkan penghargaan sebagai “The Hot Snack 2011”.
Sebagai sebuah produk
Maicih turut melestarikan budaya Sunda.
Maicih memiliki kepedulian terhadap pelbagai artefak dan ornamen seni dan budaya Sunda seperti bahasa Sunda, musik tradisional, tarian, pakaian, dan adat istiadat. Apalagi di zaman globalisasi seperti ini nilai-nilai keluhuran Sunda seperti itu sudah mulai luntur dan ditinggalkan.
Maicih hanya sosok fiktif seorang nenek penjual keripik pedas yang bergerilya di medium internet melalui akun Twitter:
@maicih. Sosok
Maicih digambarkan sebagai sosok nenek yang penuh kesederhanaan dan kehangatan, penyuka seni tradisi Sunda, namun akrab dengan budaya kontemporer yang aktual dan kekinian.
Awal memulai usahanya Bob hanya mengandalkan
hashtag #
Maicih. Kemudian memasuki bulan Oktober 2010 terbitlah akun resmi
Maicih di Twitter yaitu
@maicih. Kemunculan akun ini semakin memperjelas konsep
Maicih untuk melancarkan distribusi dan promosi penjualannya lewat dunia maya. Hari demi hari
follower pun bertambah.
Maicih kian menancapkan integritas dan kredibilitasnya di bidang pemasaran baru di dunia maya.
Keripik Maicih pun tersebar mulai dari Bandung, Jakarta, Yogyakarta, Semarang, Malang, Surabaya, Samarinda, Balikpapan, Banjarmasin, Manado, Medan, Lampung, Jambi, Pekanbaru, hingga Bali.
Maicih ingin melestarikan nilai-nilai luhur Sunda. Bagi
Maicih, konsep memadukan kebudayaan Sunda merupakan jawaban akan rasa tanggung jawabnya lahir di Tanah Parahyangan. Beberapa kegiatan untuk menjaga seni tradisi Sunda yaitu dalam setiap kegiatannya
Maicih selalu melibatkan para seniman tradisi Sunda seperti seniman Karinding dan Jaipongan dan seni budaya Sunda lainnya.
Maicih juga turut mensponsori band Sarasvati yang kental dengan unsur Sunda-nya lewat lagam-lagam sinden pada musiknya. Kepedulian
Maicih terhadap budaya Sunda membuat produk mereka berbeda dibandingkan dengan produk keripik lainnya.
Berawal dari perasaan
rumasa (sadar diri) karena menyumbang sampah kertas dan plastik,
Maicih kini menggiatkan diri untuk pergerakan menjaga dan melestarikan lingkungan alam sekitar.
Maicih memandang bahwa budaya Sunda memiliki keterkaitan untuk menjaga dan melestarikan lingkungan alam sekitar mereka.
Salah satunya lewat kampanye “One Coin One Leaf”,
Maicih menyumbang seratus rupiah dari setiap produk yang terjual untuk disumbangkan dalam rangka perlindungan dan pelestarian lingkungan alam sekitar. Salah satunya adalah keterlibatan mereka dalam kegiatan Save Manglayang Mountain dan Konservasi Cikapundung dalam gelaran Nu-Substance Festival 2011 yang dibuat oleh lembaga seni budaya Common Room Networks Foundation.
Kemasan produk
keripik Maicih dibuat agar lebih ramah lingkungan. Salah satunya menggunakan bungkus berbahan kertas sebagai salah satu pergerakan
Maicih menghindari sampah plastik. Sejak bulan Juni 2011 secara resmi
Maicih mengenakan kemasan
paper bag yang unik dan menarik, dan tentu, selalu berbeda dari kemasan-kemasan produk keripik lainnya yang selalu berbungkus plastik. Bahkan setiap 20
paperbag bekas bisa ditukar dengan satu bungkus
keripik Maicih lewat distributor dan reseller resmi
Maicih.
Maicih juga turut mendukung komunitas musisi-musisi independen kota Bandung yang kreatif. Kota Bandung yang memiliki iklim kreativitas luar biasa menjadi salah satu poin penting yang ingin didukung oleh
Maicih. Keterlibatan mereka terhadap beberapa kegiatan komunitas indie adalah salah satu bentuk kepedulian mereka terhadap dunia kreativitas Kota Bandung. Salah satunya adalah turut mendukung pergelaran konser tunggal Bottlesmoker pada 28 Juli 2011 sekaligus menjadi ajang peluncuran
website resmi Maicih. Untuk segala info produk dan distribusi resmi produk mereka
: www.maicih.com.
Maicih didirikan pada Juni 2010 oleh Dimas Ginanjar Merdeka atau akrab disapa Bob. Pilihan Bob memilih bidang usaha
keripik berawal dari kesukaannya menyantap
keripik pedas yang sudah menjadi kebiasaan dan kegemarannya sejak kecil. Keripik merupakan jenis kudapan ringan yang sudah sangat dikenal dan membudaya di kalangan siapapun. Terutama di kalangan
urang Sunda. Budaya keseharian dan makanan ringan seperti ini seolah sudah menjadi tradisi sehari-hari. Kita lihat saja keripik pedas senantiasa mudah dijumpai di warung-warung kecil.